Kalau kita bicara soal perbaikan gizi masyarakat, siapa yang terbayang di pikiranmu?
Petugas Puskesmas? Kader Posyandu? Atau relawan kesehatan di desa?
Semua betul. Tapi ada satu lagi sosok penting di balik layar yang sering jadi motor penggerak dari banyak program perubahan gizi—yakni lulusan Sarjana Terapan Gizi dan Dietetika dengan peran sebagai Pengelola Program Gizi Masyarakat.
Peran ini tidak hanya duduk di balik meja, tapi justru banyak berkutat di lapangan. Mereka adalah ujung tombak dalam menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi program gizi berbasis masyarakat. Mulai dari edukasi gizi balita di Posyandu, pemantauan status gizi remaja, hingga intervensi gizi untuk ibu hamil di daerah terpencil.
Yang membuat mereka berbeda adalah kemampuannya dalam:
- Melakukan analisis data gizi masyarakat,
- Mengidentifikasi akar masalah,
- Menyusun strategi berbasis kebutuhan lokal,
- Dan tentunya, melibatkan masyarakat dalam proses perubahan.
Mereka bekerja berdasarkan prosedur baku dan mekanisme yang terstandar, jadi program yang disusun bukan sekadar asal jalan, tapi benar-benar bisa diukur dan dievaluasi dampaknya. Pendekatannya juga holistik: mulai dari preventif, kuratif, sampai rehabilitatif. Jadi, mereka tidak hanya mencegah, tapi juga ikut membantu pemulihan dan perbaikan gizi masyarakat yang sudah terdampak.
Contoh nyata peran ini bisa kita lihat dalam program PMT lokal, penguatan Desa Siaga Gizi, edukasi anemia pada remaja putri, hingga intervensi stunting berbasis keluarga.
Apa yang membedakan lulusan ini?
Mereka dibekali kemampuan manajerial dan teknis sekaligus. Bisa menyusun program, tapi juga turun langsung mengimplementasikannya. Bisa menganalisis data, tapi juga jago menyusun materi komunikasi yang mudah dicerna masyarakat. Pendeknya, mereka adalah jembatan antara kebijakan, ilmu, dan kebutuhan nyata di lapangan.